For Me, For You, and For Rosie
GREYSON SHORT STORY (part 1) written by @savirrs
Cerita ini hanya karangan. Maaf kalo ada kesalahan tulisan. Enjoy and don't forget to comment! :)
Aku melihat namanya disana. Terukir di sebuah nisan hitam yang selalu
membuatku tak mengerti mengapa namanya harus terukir disana.
Ini salah lelaki itu.
Semua orang bilang ini kecelakaan. Namun menurutku, ini salah lelaki
itu. Lelaki itu yang membuat ia pergi dan tak akan pernah kembali lagi.
Air mataku kembali mengalir.
Satu tetes.
Dua tetes.
Hingga tak bisa berhenti.
Aku merindukannya walaupun baru seminggu berlalu semenjak kepergiannya.
Satu hari tanpanya saja terasa aneh. Ia segalanya buatku.
Sekali lagi aku menatap nisan itu. Mengusapnya halus layaknya aku
mengusap kepalanya setiap malam. Aku rindu melakukannya. Aku rindu
setiap hal dari dirinya.
Dia.
Adikku.
*****
Aku membuka pintu berwarna putih itu. Seketika aroma fruity yang segar
menyengat hidungku, membuatku sesak. Aku masuk ke kamar Rosie dan duduk
di ranjangnya.
Aku melemparkan pandanganku ke segala penjuru ruangan. Dan di salah satu
sisi dinding kamar Rosie, belasan poster idolanya itu tertata rapi.
Membuat pandanganku terganggu.
Dia.
Dia yang membuat Rosie pergi meninggalkanku, meninggalkan kita semua.
Rosie hanyalah gadis yang baru beranjak remaja. Ia baru dua belas tahun.
Mengapa ia harus pergi secepat itu?
Seandainya waktu itu Rosie tak pergi ke konser lelaki di poster itu.
Pasti sekarang ia masih menempati kamar ini. Pasti ia masih bisa
memintaku untuk membantunya mengerjakan PR matematika. Ataupun memintaku
untuk membuatkannya makanan. Ataupun yang lainnya.
Aku membalikkan badanku. Menghadap sebuah bingkai foto besar yang
tergantung di dinding. Mata birunya, rambut blonde-nya, senyum manisnya,
aku rindu Rosie. Aku ingat bagaimana ia menyayangi idolanya itu. Setiap
hari ini memiliki kegiatan rutin untuk mendengarkan lagu idolanya itu
dan menyanyikannya kencang-kencang. Aku ingat dirinya yang selalu
menceritakan semua tentang idolanya itu dari A sampai Z. Aku ingat
bagaimana senangnya ia kalau ia mempunyai barang baru tentang idolanya
itu. Bahkan kalau idolanya itu masuk TV, ia akan menjadi orang yang
paling heboh di rumah. Mendengar nama lelaki itu disebut saja ia
langsung menolehkan kepala dan selalu ingin tahu. Sampai-sampai aku tak
habis pikir mengapa Rosie bisa tergila-gila dengan lelaki itu.
Aku masih ingat betul wajah ceria Rosie yang sangat excited untuk pergi
ke konser lelaki itu. Dengan celana jeans dan kaos bertuliskan nama
lelaki itu serta rambut blonde-nya yang dibraid, ia pergi ke konser
bersama mommy. Mereka mengendarai taksi. Namun naas, taksi yang mereka
kendarai mengalami kecelakaan. Mommy dan sang supir taksi selamat, namun
Rosie tidak.
Semua orang bilang itu kecelakaan, namun aku tidak.
Sebenarnya aku ingin membereskan kamar Rosie. Terutma melepas semua poster-poster yang mengganggu mataku ini.
Namun mommy melarangku. Beliau bilang, kalau aku melepaskan poster-poste
itu, itu berarti aku menghapus semua kenangan tentang Rosie. Karena
kenangan tentang Rosie sangat berhubungan dengan lelaki itu.
Aku bukannya mau menghapus kenangan tentang Rosie. Aku hanya berharap
kalau aku membereskan barang-barang Rosie, luka akan kepergiannya bakal
terobati.
"You still blaming him?"
Suara mommy dari ambang pintu membuyarkan lamunanku. Membangunkanku dari angan-angan akan kembalinya Rosie.
"Yeah, of course. It was his fault. He killed Rosie."
"He didn't kill Rosie, Karen. It was completely a car accident," entah keberapa kalinya mommy berkata seperti ini padaku.
"Yeah, keep telling me about that, mom. But I'm sorry, I don't care. If
Rosie wasn't going to his concert, she wouldn't get that accident. She
would still alive. She would be here with us now."
"If you think that he killed Rosie, how about the taxi driver? Why you
don't think that he killed Rosie too? How could you blame someone that
doesn't even know your sister was exist? And until l when you will blame
him?" Entah untuk keberapa kalinya juga mommy berkata seperti ini
padaku.
"Till he knows that Rosie was exist. Till he knows who Rosalie Amanda Collins was," kali ini aku menjawab. Biasanya aku diam.
"Make him know, then."
Aku terdiam. Memandang mommy yang menyandarkan tubuhnya di ambang pintu
sedari tadi. Tatapannya seakan menyuruhku untuk berhenti menyalahkan
siapapun. Seakan menyuruhku untuk menerima takdir ini, bahwa Rosie
memang sudah pergi karena kecelakaan.
Kadang aku tak mengerti mengapa mama selalu terlihat tegar, seperti
menerima sepenuhnya bahwa Rosie telah pergi. Pernah aku bertanya, namun
beliau hanya bilang, 'we should admit the fact, the destiny'.
"What do you mean?" Tanyaku.
"Meet him. Tell him everything about your sister. Make him know about Rosie if that can make you stop blaming him."
"How?"
"I don't know. But whatever you gonna do, do it after the national exam. Don't ruin your school thing with this."
"Why you want me to stop blaming him? Like you care about him, mom."
"I believe you don't want him to ruin your day forever. And... Revenge is not good, baby."
Mommy meninggalkan kamar Rosie. Meninggalkanku dalam diam dan tenggelam dalam pembicaraanku dan mommy barusan.
Ya. Beliau benar. Aku tak bisa terus seperti ini.
Aku harus menemui lelaki itu.
Lelaki itu harus tahu siapa Rosie.
Lelaki itu.
Greyson Chance.
*****
"Hello guys, I'm Greyson Chance. I just want to inform you guys that
there are ten golden tickets than hidden on my new album 'On My Own'
deluxe edition, that spread across the USA. For you who can find the
ticket you will get a free trip to Bali, Indonesia, with me! 'On My Own'
will be released on May, 1th 2012! For further information you can
check http://www.greyson-official.com. So, good luck! See you!"
Aku langsung menutup laptopku dan tersenyun kecil begitu mengetahui aku
memiliki kesempatan untuk bertemu Greyson. Aku bertekad bahwa aku harus
mendapatkan tiket itu. Harus.
Berbagi cara telah aku lakukan. Dari meminta follow back pada Greyson
dan mengiriminya Direct Messages yang tak direspon, hingga datang ke
konsernya dan berusaha untuk memberi surat padanya, namun gagal. Maka
dari itu, kesempatan ini akan kumanfaatkan.
Tepat pada tanggal 1 Mei, aku pergi bersama Hilary, temanku yang seorang
penggemar Greyson untuk membeli album baru Greyson. Malas untuk
memilih-milih, aku langsung menyambar satu album dari rak sambil
berkata, "This is for you Rosie."
Sampai di rumah, dengan hati yang entah mengapa berdebar-debar, aku membuka album itu perlahan-lahan.
"Wish me luck," kataku berharap golden ticket itu ada di dalam album yang kupegang.
Satu...
Dua...
Tiga.
Tidak ada.
Tak ada lembaran berwarna emas di dalam album itu. Hanya dua keping CD yang ada disana.
Entah mengapa aku sangat kecewa. Kesempatan untuk bertemu Greyson sudah
tak ada lagi. Aku tak mungkin membeli album Greyson lagi. Mau beli pakai
apa? Pakai daun?
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang setelah melemparkan album Greyson
ke ke meja belajarku begitu saja. Aku memutar otak. Mencoba mencari cara
lain agar aku bisa bertemu Greyson. Namun...
Tok tok tok.
Sebuah ketukan di pintu kamarku membuyarkan lamunanku.
"Karen?"
"Who's that?"
"Hilary."
Hilary? Untuk apa ia ke rumahku?
Aku pun segera bangkit dari ranjang dan membukakan pintu untuk Hilary, dan mengajaknya masuk.
"Did you get the ticket?" Kata Hilary saat kita berdua telah terduduk di ranjangku.
"No, I don't," kataku kecewa.
"Umm..." gumam Hilary terdengar berpikir.
"Why?"
"I got the ticket," kata Hilary sambil mengeluarkan sebuah kertas emas dari tasnya.
Aku terdiam. Sungguh, aku ingin mendapatkan tiket itu. Namun mungkin
kali ini aku kurang beruntung. Rosie pasti sangat kecewa denganku. Entah
mengapa aku berpikir seperti itu.
"Congratulation. You deserve that."
"No, I mean... You need this ticket, Karen. You should meet Greyson. For your sister Rosie. You can take my ticket."
Aku tertegun dan tersenyum tak mengerti pada Hilary. Dia mau memberikan
tiket itu padaku? Yang benar saja? Konyol! Hilary adalah penggemar berat
Greyson!
"You're kidding me, Hilary. No. I mean, you're Greyson's fan. You wanna
meet him, right? You're the one that supposed to use this ticket. It's
yours."
"No, Karen. Listen to me. This is for Rosie. Like you said, Rosie never
met Greyson but Greyson should know about Rosie. And you're the one who
can make that happen. Take this. I know you've been trying to meet
Greyson for last month. This is the time for you to meet Greyson," kata
Hilary sambil memaksaku menerima selembar golden ticket darinya.
"Are you serious wanna give this ticket to me, Hil? Won't you regret about this?"
"I won't regret it. This is the only chance for you to meet him. And I
believe I still have the other chance. Please take this, Karen. For
Rosie."
"For Rosie."
Setelah berpikir kembali, aku memutuskan untuk menerima tiket itu. Aku tersenyum dan memeluk Hilary.
Terimakasih Tuhan. Aku akan bertemu Greyson.
Untuk Rosie.
*****
Kabar baik baru saja kuterima.
Seminggu sebelum keberangkatanku ke Bali, Hilary mengabariku bahwa ia
mendapat golden ticket lagi. Ia mendapat tiket itu dari saudaranya yang
kebetulan punya rencana ke Paris saat liburan musim panas, jadi tak bisa
ke Bali untuk mengikuti liburan dengan Greyson. Aku sangat bersyukur.
Setidaknya aku memiliki teman saat aku ke Bali nanti.
Semua urusan sekolah untuk masuk ke high school sudah kuselesaikan. Aku
hanya tinggal mempersiapkan barang-barangku untuk pergi ke Bali. Hingga
akhirnya...
Aku berangkat ke Los Angeles bersama Hilary dan ibunya. Semua pemenang
golden ticket akan berkumpul di Los Angeles dan keesokan harinya
berangkat bersama ke Bali.
Dalam perjalanan ke New York, kata-kata mommy sebelum aku berangkat terus terngiang di telingaku.
"Good luck, my love. Send me e-mail no matter what happen, okay? And
remember. Don't act stupidly. Do the best. I believe you can do it. For
Rosie, and for you."
Untukku.
Sepertinya mommy sangat menginginkan aku berhenti menyalahkan Greyson.
Namun tetap saja, sampai saat ini aku masih menganggap bahwa Greyson
adalah penyebab kematian Rosie. Sebenarnya aku lelah seperti ini. Tapi
aku tak tahu harus melakukan apa. Mungkin setelah bertemu Greyson nanti
aku akan merasa lebih baik. Mungkin.
Aku dan Hilary serta ibunya sampai di sebuah hotel mewah di Los Angeles
pada sore hari. Kami langsung dibawa ke kamar untuk beristirahat
terlebih dahulu. Baru malamnya, kami dibawa ke sebuah ruangan untuk
makan malam bersama.
Dari puluhan orang yang berkumpul di ruangan ini, pasti hanya aku yang seorang hater.
Sosok Greyson belum kulihat. Hanya panitia-panitia saja yang terlihat
sibuk mengurus para peserta untuk keberangkatan besok pagi. Dan seorang
panitia pun memulai acara. Mereka memberi informasi untuk keberangkatan
kami ke Bali serta apa saja yang akan kita laukan nanti. Dan sampai
akhirnya.....
Greyson pun datang bersama ibu, ayah, kakak-kakaknya, manajernya, dan
beberapa orang yang tak kukenal. Well, tentu saja aku mengetahui
orang-orang terdekat Greyson dari Rosie.
Beberapa Enchancers histeris. Dan aja juga yang berusaha tenang. Greyson pun menyalami para peserta, termasuk aku dan Hilary.
"Hi, I'm Greyson," katanya sambil menyalamiku dan tersenyum.
"Karen," kataku datar yang langsung disambut perubahan raut wajah Greyson yang sepertinya merasa ada yang salah dengan diriku.
Greyson pun berlalu dan duduk di meja paling depan. Dan sang panitia pun
menyuruh para peserta untuk memperkenalkan diri di depan satu per satu.
Laura...
Casey...
Clove...
Kate...
Helena...
Jack...
Bob...
Harry...
Dan... Hilary.
"Hi everybody, I'm Hilary Mulligan. I'm an Enchancer from New York and I
came here with my friend, Karen," kata Hilary yang memberi isyarat
padaku untuk maju, bergabung dengannya.
"I'm Karen Collins. I'm a half Indonesian-American but I live in New
York and... I'm a hater of Greyson," kataku santai yang langsung disorot
tatapan tajam oleh semua yang ada di ruangan itu termasuk Hilary.
Ruangan yang semula lumayan ramai menjadi hening. Enchancers lain
langsung berbisik-bisik satu sama lain dan melirikku tajam. Dan aku
menatap Greyson yang menatapku dalam diam. Aku tersenyum kecut.
"I'm here because I have an important thing to do with Greyson. And I'm
here because of my little sister, Rosie. She was a big Enchancers. But
she... She had died. Because..."
"Because of a car accident," potong Hilary.
"Yeah. A car accident," balasku sinis. "I know you guys think that I
don't deserve to be here. But my sister deserves it. Don't worry. I'm
not a stupid hater. I won't do anything stupid. I just need to talk to
Greyson. I promise I'll act normally, not like the other haters. If
later you guys think I'm annoying, you can send me back to New York.
So... Happy summer."
"This is not fair!" Teriak seorang Enchancers yang kuketahui bernama
Casey. "We will have a vacation with a hater with us? Seriously? We have
a lot of Enchancers out there that deserve her position. You guys
prefer a hater instead of a fan? Oh, please."
Aku terdiam. Memandangi panitia yang mulai terlihat berbincang
membicarakan tentang diriku. Seorang hater yang berada ditengah-tengah
fans serta orang yang aku benci. Seketika aku merasa bodoh. Tak
seharusnya aku mengaku bahwa aku adalah seorang hater. Bisa-bisa aku
didiskualifikasi saat ini juga.
"Please... This is for my sister. I just need to talk with Greyson. You
can send me back to New York if I done," kataku. Tanpa sadar, air mata
terbendung di mataku. Namun aku berusaha menahannya. Aku teringat Rosie.
Aku memang sangat lemah kalau mengingatnya.
"I believe she has a purpose to be here. Just let her be with us. She
had promise to us she won't do anything, though," kata Greyson sambil
berdiri. Membelaku.
Greyson menghampiri para panitia dan terlihat bernegosiasi bersama mereka. Dan akhirnya...
"Okay. You can go with us to Bali, Miss Collins. But if you do something
annoying or give some negative or dangerous thing for Greyson, we'll
send you back to New York," kata seorang panitia yang kusambut dengan
anggukan mengerti.
-to be continued-
No comments:
Post a Comment